Beliau adalah Prof Dr Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, mufassir kenamaan dari Makkah Mukarramah. Pribadi yang telah dinobatkan sebagai Tokoh Muslim Dunia 2007 versi DIQA. Pakar tafsir yang terkenal dengan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. Lahir dengan nama Muhammad Ali bin Ali bin Jamil ash-Shabuni, bertempat di Madinah pada tahun 1347 H/1930 M. Meski usianya telah melewati 83 kalender tahunan, namun semangatnya luar biasa.

Dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang sangat religi. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Syaikh Ali kecil memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan orang tua. Di usianya yang masih belia, Syaikh Ali Ash-Shabuni sudah dapat menghafal al-Quran, sehingga tidak jarang ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadiannya.

Diantara gurunya yang mulia adalah Syaikh Jamil ash-Shabuni (Ayahanda), Syaikh Muhammad Najib Sirajuddin, Syaikh Ahmad al-Shama, Syaikh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.

Aktif pada Pendidikan dan Organisasi

Selain belajar kepada sang Ayah, Syaikh Ali ash-Shabuni sering mengikuti pengajian ulama lainnya yang diselenggarakan di berbagai masjid. Setelah menamatkan pendidikan dasar, melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah al-Tijariyyah. Di sini, hanya dalam satu tahun.

Kemudian, meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di Khasrawiyya, tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949.

Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.

Usai dari Mesir, Syaikh Ali ash-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah.

Beliau menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, Syaikh ali al-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Beliau juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.

Disamping sibuk pada bidang pendidikan, Syaikh Ali ash-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, beliau menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah dalam beberapa tahun. Dan kini, juga dipercaya menjadi Ketua Persatuan Ulama Syiria.

Al Qalam As Sayyal

Setelah menarik diri dari organisasi, Syaikh Ali ash-Shabuni mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian. Karya beliau kurang lebih berjumlah empat puluhan dengan berbagai disiplin ilmu. Banyak dari karangan beliau yang menjadi rujukan keilmuan di pesantren maupun perguruan tinggi di Indonesia, diantara karangan beliau yang terkenal yaitu Tafsir Ayatul Ahkam, Shofwah at-Tafasir, Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, al-Nubuwah wa al-Anbiya, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan.

Menurut  Mudir  Amm Haiah As-Shofwah, KH Ihya Ulumiddin, bahwa Syaikh Ali ash-Shabuni itu ulama yang luar biasa. Daya analisisnya kuat, bahkan hingga kini, beliau tidak perlu lagi membuka referensi untuk menulis karena berpuluh-puluh tahun telah menelaah ribuan referensi tersebut. “Beliau itu layaknya pena yang mengalir (al-qalam as-sayyal)” tambah pengasuh pesantren Nurul Haramain, Malang itu.

Kecintaan beliau terhadap menulis juga luar biasa. Pernah suatu ketika beliau dalam kondisi sakit namun gairah menulis masih kuat. Akhirnya, salah satu putra beliau menyembunyikan penanya, karena khawatir sang ulama masih terus menulis sementara kondisi kesehatannya masih belum membaik.

Kunjungan ke Darul Qur’an Wal Irsyad

Syaikh Ali ash-Shabuni atas rekomendasi Haiah As-Shofwah, Alumnus Abuya Sayyid Prof Dr Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani melakukan safari dakwah di Indonesia pada beberapa komunitas, diantaranya pesantren, perguruan tinggi, pihak pemerintah, dan masyarakat umum. Beberapa pesantren yang dikunjungi, diantaranya: Pondok Pesantren Langitan (Tuban), Pondok Pesantren Lirboyo (Kediri), Pondok Pesantren Al-Anwar (Rembang), Pondok Pesantren Darul Lughoh Wad Dakwah (Bangil-Pasuruan), Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad (Wonosari-Gunungkidul) dan lain sebagainya.

Dalam kunjungannya di Pondok Pesantren Darul Quran Wal Irsyad, Syaikh Ali as-Shabuni mendapat sambutan yang luar biasa dari berbagai kalangan baik ulama, pemerintah maupun tokoh masyarakat setempat. Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad KH A. Kharis Masduki yang juga merupakan salah satu murid beliau di Makkah al-Mukarromah mengungkapkan rasa bahagia dan terima kasih atas kunjungannya di Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad ini. Pengasuh berharap agar syaikh berkenan mendoakan dan memberikan ijazah baik karya tulis ataupun wirid-wiridnya kepada para jamaah. Beliau juga menyampaikan bahwa karya-karya beliau banyak dikaji di Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad seperti Shofwah at Tafasir, Rawa’I al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, Al-Tibyan fi ‘Ulum Al- Qur’an dan kitab-kitab yang lainnya.

Sementara itu, Syaikh Ali as-Shabuni dalam tausyiahnya meminta kepada umat Islam untuk beristiqomah dalam menjaga Iman dan Islam. Beliau melarang untuk mengikuti ataupun men dukung pendapat-pendapat yang membenci para sahabat seperti madzhab syiah Rofidhah Al Majusi al-Ironiyah, mereka adalah madzhab yang dipelopori oleh syetan dan para penyembah api. Beliau pernah menceritakan bahwa ketika ayah beliau sedang mencari ilmu, mencatat di suatu ruangan, lalu orang-orang syiah datang dan mereka menghancurkannya. Na’udubillah min dzalik.

Di akhir tausyiahnya Syaikh Ali as-Shabuni berpesan sekaligus memberikan ijazah kepada para jama’ah agar terus berjihad di jalan Alloh dengan cara memerangi kebodohan. Lebih lanjut Syaikh Ali as-Shabuni mengatakan kenapa beliau dinamakan ash Shobuni, yang dimaksud shobun disini bukanlah sabun yang digunakan untuk mencuci tangan tetapi sabun yang digunakan untuk mencuci hati manusia. Subhanalloh…

Syaikh Ali Ash Shobuni berkata: “Aku ini bukan sabun yang digunakan untuk mencuci tangan, tetapi aku ini adalah sabun yang digunakan untuk mencuci hati manusia”

Dikutip dari berbagai sumber