Oleh: Imron Rosidi, S.Pd.I

Dalam Islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia disisi Allah SWT. Lantaran guru dengan keilmuannya yang bisa mengajar anak didik agar cerdas secara akademik dan terbangun kepribadian Islamnya. Coba kita perhatikan. Kita mengenal Allah, para Nabi, bahkan kita bisa membaca Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam sehingga bisa menggali lebih dalam syariat Islam namun terkadang kita lupa dari manakah kita mengenal semua itu? Tidaklah mungkin kita kenal semua itu tanpa bimbingan guru. Maka benarlah perkataan ulama:

لولا المربي ما عرفت ربي

Artinya: “Andai bukan karena guruku, mana mungkin aku mengenal Tuhanku”. Sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa besarnya jasa seorang guru.

Guru adalah bagian yang amat sangat penting bagi kehidupan kita dalam menuntut ilmu bahkan hingga selesai masa tugas di sekolah dan pesantren. Karena tanpa peran serta seorang guru kita tidak ada apa-apanya. Kita tahu banyak bidang keilmuan sudah tentu karena jasa Guru kita, Kyai kita, Gus kita, bu Nyai kita dan Ning kita yang senantiasa memberikan kita bimbingan, arahan dan pembelajaran baik tentang akidah, ibadah, muamalah maupun akhlak.

Guru adalah bagian hidup kita. Mereka adalah orang tua kedua kita. Banyak unforgetable  moment bersama mereka yang tersimpan dalam memori  otak kita. Mereka bukan pribadi egois yang hanya mengajar karena tuntutan profesi. Mereka gelisah kalau anak didiknya bermasalah. Baik dalam urusan akademik atau keluarga. Mereka khawatir kalau anak didiknya sakit atau tidak masuk sekolah tanpa kabar. Karena mereka menyayangi anak didiknya seperti mereka menyayangi anak-anaknya sendiri.

Guru adalah sebuah profesi yang mulia karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Guru yang ideal buka sekedar guru yang memenuhi syarat-syarat teknik, seperti pintar, pandai atau pakar dibidang ilmu yang dimiliki, melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai “agent of change”. Oleh sebab itu, tugas yang diemban oleh seorang guru tidak ringan, karena guru yang baik tidak akan memberitahu, menjelaskan atau mendemonstrasikan tetapi juga dapat menginspirasi. Seorang guru harus memandang perubahan jauh kedepan, dengan demikian guru dapat merencanakan apa yang terbaik untuk anak  didiknya.

Selain itu, satu hal yang hilang dari seorang guru, yakni keikhlasan. Keikhlasan sebagai ruh dari pendidikan nyaris terlupakan. Unsur ikhlas ini sekalipun sifatnya abstrak namun memiliki dampak yang luar biasa. Guru yang ikhlas tak lagi mempersoalkan besar kecilnya imbalan, tak lagi menjadikan profesinya sebagai mata pencaharian. Hal itu sangat kontras dengan kondisi saat ini, dimana guru lebih sibuk dengan administrasi ketimbang mencari jurus jitu untuk menghasilkan anak didik yang unggul dan berkarakter. Saat ini lebih kentara transfer of knowledge dibandingkan transfer of value, yang seharusnya antara keduanya seimbang. Ilmu yang disampaikan nyaris tanpa nilai. Dampaknya, anak-anak menjadi cerdas tapi kurang etika, anak-anak menjadi cerdas tapi berani melawan guru, melukai guru, mempidanakan guru bahkan sampai berani membunuhnya. Naudzubillah min dzalik.

Benarlah pepatah arab mengatakan bahwa:

المادة مهمة ولكن الطريقة اهم من المادة. الطريقة مهمة ولكن المدرس اهم من الطريقة. المدرس مهم ولكن روح المدرس اهم من المدرس

Artinya: “Materi Pembelajaran adalah sesuatu yang penting,  akan tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting daripada materi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi guru jauh lebih penting daripada metode pembelajaran. Guru adalah sesuatu yang penting, tetapi jiwa guru jauh lebih penting dari seorang guru itu sendiri.”

Ungkapan yang sangat luar biasa. Jiwa Guru jauh lebih penting. Ya,  kekuatan batin,  lebih didahulukan daripada kekuatan Dzahir. Bayangkan jika kita mengajar anak didik dengan jiwa yang tulus, niat ikhlas membimbing dan mendidik murid, ikhlas dalam menasehati,   disiplin ketika mengajar dalam kehadiran, menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran, berakhlak baik kepada murid, mendoakan mereka di setiap selesai shalat kita atau bahkan mendo’akan mereka di sepertiga malam-malam kita. Insya Allah ilmu dan nasehat-nasehat yang kita berikan terpancar murni dari relung hati dan  jiwa.  Maka para murid akan lebih mudah menerima ilmu dan nasehat-nasehat kita. Karena yang berasal dari jiwa, akan diterima oleh jiwa, yang bersumber dari hati,  akan diterima oleh hati yang suci. Pembelajaran di kelas akan penuh makna, para murid akan selalu mengenang kita sebagai guru yang luar biasa dan pahala yang besar telah menanti kita di akhirat nanti. Insya Allah.

Baktiku untuk Guru-Guruku

Sebagai seorang murid, bentuk bakti kita pada guru bisa dilakukan dengan bercermin pada adab para ulama dalam menutut ilmu. Sehingga mereka tumbuh menjadi tokoh-tokoh Islam yang dikenal karena ketinggian ilmunya. Apa aja sih yang dilakukan para ulama saat belajar pada guru-gurunya?

Pertama, fokus mendengarkan penjelasan guru.

Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.

Kedua, berbicara sopan kepada guru.

Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotong ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya. Bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah meninggikan suaranya di depan Rasulullah SAW.

Ketiga, manfaatkan waktunya bertanya untuk memperbanyak ilmu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).

Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.

Keempat, sabar dalam membersamai sang guru.

Kalau kamu kena teguran karena tak mengerjakan tugas? Dapat hukuman lantaran bercanda kelewatan? Atau kena sentil karena gangguin teman? Woles aja. Meski sakit hati, bikin malu, dan ngerasa nggak nyaman, tetap bersabar dan jangan pernah berpaling dari kebaikan guru. Apalagi sampai bertindak kasar dan melawan. Al Imam As Syafi Rahimahullah mengingatkan, “Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”

Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dengan memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh si murid.

Seorang ulama, DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”

Kelima, jadilah investasi kebaikan bagi guru di akhirat nanti.

Mungkin kita tidak bisa memberi hadiah berupa materi, atau mengajak para guru untuk menunaikan umroh bersama, tapi kita bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Ya, jadilah pribadi mulia yang akan menjadi investasi kebaikan bagi guru-guru kita di akhirat dengan memanfaatkan ilmu yang kita timba dari mereka. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang semakin membuat seseorang semakin mengenal Rabbnya, tidak menjadikannya sombong di hadapan yang lain dan tidak digunakan untuk membodoh-bodohi orang lain.

Untuk itu, mari ikut ambil bagian dalam barisan pengemban dakwah Islam. Semoga jalan kemuliaan itu tak hanya mengantarkan kita pada pintu surga, tapi juga mengalirkan pahala yang tak putus untuk guru-guru kita. Berbahagialah selagi masih ada guru yang sabar mengajari kita. Jangan pernah melupakan kebaikan para guru yang dengan telaten membimbing kita. Mereka yang telah mengantarkan kita pada titik ini dan kelak pada puncak keberhasilan di dunia dan akhirat. Mari kita panjatkan doa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan keberkahan pada guru-guru kita di dunia dan akhirat. Peluk erat dan salam takzim untukmu pahlawanku.