Dahulu – dan boleh jadi hingga kini – ada yang berpendapat doa tidak berguna. Mereka berkata bahwa : “Kalau yang diharapkan oleh yang berdoa telah diketahui Allah, dengan pengetahuan-Nya yang menyeluruh itu, bahwa harapan tersebut akan terjadi, maka apa gunanya berdoa? Bukankan ia pasti terjadi? Sedangkan kalau dalam pengetahuan-Nya harapan si pemohon tidak akan terkabulkan, maka doa pun hanya akan sia-sia.” Ada lagi yang berkata bahwa sebenarnya segala sesuatu telah ditetapkan Allah dan tertulis di Lauh al-mahfuzh. Bukankan Rasululllah saw. bersabda : ”Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah terlipat, yakni tak ada lagi yang dapat diubah”. Jika demikian apa gunanya berdoa?
Pandangan-pandangan di atas tidaklah tepat. Bukan saja karena manusia tidak mengetahui pengetahuan Allah yang menyangkut permintaan-Nya, sehingga dia tetap dituntut berusaha, dan salah satu usaha itu adalah doa. Disamping itu, manusia juga dituntut oleh agama untuk hidup dalam harapan, salah satu wujud dari kondisi kejiwaan seperti itu tercermin oleh doa. Dengan doa, seseorang yang beriman akan merasa lega, puas hati, dan tenang karena merasa bersama Allah yang maha kuasa. Dan dengan demikan, dia merasakan ketenangan, dan hal tersebut memberinya kekuatan batin dalam menghadapi penyakit, rasa takut dan kecemasanya. Dan sangat membantu dalam penyembuhan dan keseimbangan jiwa.
Alexis Carrel, salah soerang ahli bedah Perancis (1873-1941) dan peraih hadiah Nobel dalam bidang kedokteran, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab menulis dalam bukunya Pray (doa) tentang pengalaman-pengalamannya dalam mengobati pasien. Tulisnya “Banyak diantara mereka memperoleh kesembuhan dengan jalan berdoa”. Menurutnya, doa adalah suatu gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia, karena pada saat itu, jiwa manusia terbang menuju Tuhannya (M. Quraish Shihab, 206 :181).
Kehidupan manusia, suka atau tidak, mengandung penderitaan, kesedihan, dan kegagalan, disamping kegembiraan, prestasi, dan keberhasilan. Memang, banyak kepedihan yang dapat dicegah melalui usaha yang sungguh-sungguh serta ketabahan. Tetapi, tidak sedikit juga yang tidak dapat dicegah, seperti kematian, oleh upaya apapun, di sinilah semakin terasa manfaat doa. Dan harus diingat bahwa kalau pun apa yang dimohonkan tidak sepenuhnya tercapai, namun dengan doa tersebut seseorang telah hidup dalam suasana optimisme, harapan, dan hal ini tidak diragukan lagi akan memberikan dampak yang sangat baik dalam kehidupannya. Karena itu, jika doa tidak menghasilkan apa yang dipinta, maka paling tidak manfaatnya adalah ketenangan batin si pendoa karena dia telah hidup dalam harapan.
Bahwa takdir telah ditentukan Allah, memang benar, tetapi kita tidak harus memahami takdir dalam pengertian segala sesuatu telah ditetapkan rincian kejadiannya oleh Allah, sehingga manusia tidak dapat mengelak. Takdir adalah ketentuan terhadap sesuatu berdasar sistem yang ditetapkan-Nya. Siapa yang bersandar di tembok yang rapuh maka akan ditimpa reruntuhannya, dan siapa yang menjauh dari tembok itu akan terhindar. Kedua dampak di atas adalah takdir-Nya, namun demikian, manusia berpotensi untuk memilih dan berusaha menghindar.
Salah satu usaha tersebut adalah doa. Oleh karena itu, kita dapat berkata bahwa ada ketetapan-Nya yang telah pasti dan ada pula yang bersyarat. Ada taqdir mubrom, ada pula yang mu’allaq. Siapa tahu salah satu syarat itu adalah doa, sehingga apa yang diperoleh oleh yang berdoa, dapat berbeda dengan apa yang dialami oleh mereka yang tidak berdoa.
Disamping itu, harus juga diingat bahwa pengetahuan yang dimiliki satu pihak, sama sekali tidak menjadikan ia terlibat dalam terjadi atau tidak terjadinya sesuatu. Pengetahuan seseorang menyangkut tergelincirnya siapa yang menginjak kulit pisang, misalnya, bukanlah pengetahuan itu yang menyebabkan si penginjak tergelincir (Khusnul hamidiyyah).
Ada lagi yang berkata bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Dermawan sehingga kita tidak perlu berdoa, dan kita serahkan saja kepada kasih dan kerdermawanan-Nya. Memang benar, Allah Maha Pengasih dan Maha Dermawan. Banyak sekali yang telah Dia anugerahkan sebelum, bahkan tanpa diminta oleh hamba-hambaNya. Tetapi dalam saat yang sama, Dia memerintahkan kita berdoa. Bertebaran ayat al Qur’an dan hadist nabi yang berbicara tentang perintah tersebut.
Allah Maha Mengetahui tentang kebutuhan seseorang. Jika demikian, apa gunanya memohon? Demikian dalih yang lain. Ini bisa ditampik dengan mengatakan bahwa doa bukanlah untuk menyampaikan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya, karena segala sesuatu diketahui-Nya, tetapi doa antara lain bertujuan menampakkan ketundukan, kepatuhan, dan kerendahan diri manusia di hadapan-Nya. Sementara ulama’ berkata : Doa yang dimaksud untuk menampakkan ketundukan dan penghambaan diri kepada Allah adalah sesuatu yang amat terpuji. Soal dikabulkan atau tidak bukanlah urusan si pendoa tetapi hak mutlak Allah. Jika seseorang mengukur dirinya menyangkut terpenuhinya harapannya, maka sungguh itu jauh dari memadai, karena seseorang biasanya tidak berdoa atau meminta pertolongan kecuali setelah sadar bahwa dia sebagai individu memiliki kelemahan, hingga akhirnya dia meminta kepada siapa yang dinilainya mampu memenuhi permintaannya. Seseorang tidak akan meminta segelas air kepada bayi, karena ia sadar bahwa dia tak akan mampu memenuhi harapannya. Oleh karena itu, yang berdoa mestinya, selalu ridlo kepada Allah, baik permohonannya dikabulkan maupun tidak. Dan karena itu pula al-Qur’an melukiskan bahwa orang-orang yang shaleh menjadikan ucapan alhamdulillah sebagai akhir dari doa mereka.
Agama menjadikan doa sebagai salah satu bentuk yang sangat jelas dari penghambaan diri kepada tuhan, karena itu al-Qur’an menyatakan bahwa Allah murka bila hamba-Nya tidak memohon kepada-Nya. Allah menghendaki dari yang berkelimang dosa pun agar memohon kepadanya. Karena itu siksa yang dijatuhkan Allah antara lain, bertujuan mendorong orang-orang yang durhaka agar bertaubat dengan tulus dan berdo’a dengan rendah hati, karena ampunan Allah jauh lebih luas dibanding dosa hamba. Hai ini dapat disimak pada kisah umat terdahulu.