Perempuan adalah makhluk yang kerap kali disandingkan dengan konotasi lemah, tak berdaya dan tidak kompeten. Apakah benar demikian?

Ibnu Rusyd, adalah ulama jenius yang menguasai berbagai fan ilmu. Hukum Islam, Fisika, Kedokteran, Filsafat, dan beberapa cabang ilmu lainnya. Pandangan beliau terhadap perempuan dilontarkan pada seorang filsuf bernama Plato yang menyatakan bahwa “perempuan tidak lain adalah makhluk imitasi” yang dikemukakan oleh Plato dalam karyanya yang berjudul Republic.

Beliau dengan tegas menolak argument tersebut. Karena baginya, perempuan bukanlah sekedar makhluk yang hanya bisa berdandan namun juga mampu beretorika (berbicara) dengan baik dan memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni.

Dengan demikian, sudah jelas bahwa pada dasarnya perempuan ini akan memiliki kontribusi dan memilki kiprah luar biasa, tidak hanya bagi dirinya, keluarganya, bahkan ranah yang lebih luas apabila mampu mengaktualisasikan diri secara maksimal.

Namun, untuk mengaktualisasikan diri, perlu adanya bekal. Yang tentu saja bekal ini dapat kita upayakan dengan belajar. Belajar berkolerasi kuat dengan membaca. Dengan banyak membaca seorang perempuan akan kaya wawasan dan mudah berkompromi dengan keadaan. Perempuan yang suka membaca tidak akan membosankan diajak berbincang, dia memiliki topik pembicaraan yang seakan tidak habis untuk diskusikan. Terlebih, ia akan menghargai apa yang orang lain sampaikan. Dan perempuan yang suka membaca akan dicintai oleh akal bahkan sebelum hati.

Perempuan adalah “madrasatul uula”, yang melahirkan generasi masa depan. Maka sudah sepantasnya membekali diri dengan bekal terbaik. Mengisi penuh tangki-tangki ilmu dalam jiwa, menghabiskan stok kegagalan dimasa muda, berpayah-payah dimasa muda dan menikmati buah kepayahan dimasa tua, bukan berfoya-foya dimasa muda lalu menyesal di hari tua. Perempuan yang terdidik matang secara intelektual, perilaku maupun spiritual cenderung mampu lebih mudah mengaktualisasikan diri.

Meski demikian, bukan hal yang mudah bagi beberapa perempuan untuk mengejar cita-cita. Ditekan oleh stigma masyarakat, anggapan tabu seorang perempuan yang belajar dan berkarya melebihi “batas usia” dan terkadang dihadapkan pilihan yang sulit oleh keluarga. Beberapa dari dari kita mungkin telah merdeka dari stigma semacam ini, namun beberapa dari kita belum. Apapun itu, perempuan akan menjadi pahlawan bagi keluarganya sendiri dan akan menjadi idola bagi generasi penerusnya nanti. Maka, perempuan benar-benar terberkati jika ia mendapatkan kepercayaan dan kebebasan penuh dari keluarga dan lingkungannya untuk hidup dan memutuskan seperti apa yang ia impikan.

Perempuan, jadilah berwibawa, dengan menyadari bahwa kalian berharga. Sadari dengan menghias diri melalui mengaji dan tholabul ilmi. Sebab, wibawa perempuan tidak ditentukan oleh outfit dan gaya, melainkan isi kepalanya. Perempuan, buat Batasan dan prinsip dalam berkehidupan, agar tak mudah baperan ataupun salah masuk lubang permasalahan.

Teruntuk perempuan, kalian hebat ditengah gempuran stigma masyarakat. Kalian kuat dengan apapun pilihan yang kau buat. Kalian istimewa dengan apapun cita-cita dan karya yang kau punya. Dan kalian bisa, dengan menjadi perempuan berdaya. Kalian luar biasa, karena “Dunia membutuhkan perempuan-perempuan kuat. Perempuan yang akan mengangkat dan membangun orang lain. Yang akan mencintai dan dicintai, yang memiliki sisi lembut maupun garang. Wanita dengan kemauan yang gigih,”(Ammy Tenney).

Oleh: Isyfi Hani, Santri Takhassus, asal Kulon Progo