Oleh: Prof. Dr. Imam Suprayogo
Mantan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Rasulullah pernah menganjurkan agar anak-anak diajari tiga hal yaitu, berenang, berkuda dan memanah. Sepintas anjuran itu sederhana. Ketiga hal itu, pada zaman sekarang terkait dengan kegiatan olah raga. Mungkin pertanyaan yang perlu diajukan, mengapa kegiatan seperti itu hingga Nabi pun menganjurkan untuk melaksanakannya. Padahal di zaman itu, di Madinah atau juga di Makkah, tidak sebagaimana sekarang, mungkin belum ada kolam renang. Olah raga seperti itu mungkin juga belum terbiasa.
Maka mengapa Nabi menganjurkannya. Mungkin ada hal yang lebih penting disampaikan dari sebatas arti yang terkandung dalam bahasa Nabi itu. Anjuran itu terasa kurang relevan jika dikaitkan dengan kondisi geografis daerah Arab pada saat itu, yang pada umumnya adalah padang pasir. Belajar berkuda mungkin agak relevan, akan tetapi pertanyaannya mengapa tidak menyebut unta. Demikian pula, mengapa memanah, apa pengertian di balik itu.
Pesan sederhana itu, bila direnungkan secara mendalam, dan apalagi dikaitkan dengan kehidupan modern seperti sekarang ini, maka justru menemukan relevansinya. Pelajaran itu sangat relevan dengan zaman kapan pun, tidak terkecuali di zaman modern seperti sekarang ini. Dari belajar berenang misalnya, didapat sesuatu yang sangat menarik. Bahwa siapa pun yang lagi berenang, maka harus selalu bergerak. Berhenti, maka akan segera tenggelam dan mati. Selain itu, seorang perenang selalu menggerakkan dirinya sendiri.
Prinsip tersebut sama dengan kehidupan ini. Siapa pun dalam kehidupan ini harus selalu bergerak, baik menggerakkan pikirannya, hatinya, dan juga anggota badannya. Berhenti bergerak maka akan mati. Seorang penulis manakala berhenti tidak menulis maka kemampuannya akan hilang. Seorang juara sebuah cabang olah raga jika berhenti berlatih maka akan kalah dalam bertanding. Bahkan seorang dokter, jika lama tidak praktek, maka akan lupa jenis-jenis obat yang seharusnya diberikan kepada pasien.
Gerakan itu harus dilakukan sendiri secara terus menerus. Penggunaan otak, hati, dan keterampilan tidak akan bisa diwakilkan pada orang lain. Umpama harus diwakilkan, memang tugas-tugas atau tanggung jawabnya akan berjalan. Akan tetapi kemampuan yang dimiliki sendiri akan berkurang dan bisa jadi akan hilang dengan sendirinya. Sering kali kita mendengar keluhan dokter yang sudah lama tidak praktek, karena menjalani tugas lainnya, sehingga mengatakan sudah tidak bisa lagi meneruskan prakteknya karena sudah lupa berbagai jenis obat yang seharusnya dihafal. Apalagi perkembangan obat sudah semakin cepat dan tidak diikuti lagi perkembangannya.
Sedangkan pelajaran penting dari berkuda, setidak-tidaknya adalah terkait dengan kepemimpinan. Berkuda sama halnya mengendalikan binatang yang geraknya keras, lincah dan bernafsu. Sifat ini mirip dengan manusia. Kuda biasanya mau diajak ke mana saja, asalkan penggembalanya memosisikan diri di depan atau justru dinaikinya. Biasanya kuda, sekalipun dibawa ke kolam atau sungai yang berair dingin, asalkan penggembalanya masuk ke kolam atau sungai terlebih dahulu, maka kuda akan mengikut. Kuda tidak mau digerakkan dan dikendalikan dari belakang, terkecuali sudah diatur sedemikian rupa, misalnya sebagai penarik delman.
Sebaliknya jangan coba-coba memaksa kuda masuk kolam dengan memukul badannya dari belakang. Jika itu yang dilakukan, maka kuda akan menyepak dengan dua kakinya sekaligus. Memimpin kuda sama dengan memimpin orang. Siapa pun akan mau menjalankan sesuatu tugas dengan senang hati atau ikhlas, asalkan pemimpinnya telah menjalankan terlebih dahulu. Itulah sebabnya, nabi memberikan petunjuk tentang bagaimana mengajak orang lain melakukan sesuatu, maka dianjurkan memulai dengan diri sendiri.
Selain itu, mengajari berkuda sama artinya dengan melatih seseorang untuk menjadi pemimpin yang tegas, tahu arah, dan bijak, oleh karena yang dipimpinnya adalah makhluk yang bersifat unik dan tidak mudah dipahami. Manusia mau menjalankan sesuatu atas komando, asalkan ada arah yang jelas, tidak dibohongi, dan bahkan harus dengan teladan yang telah dijalani sendiri oleh pemimpinnya.
Adapun belajar memanah, adalah sama halnya dengan belajar melakukan sesuatu secara fokus dan berkonsentrasi penuh. Seorang pemanah tidak akan berhasil, manakala ia tidak berkonsentrasi dan atau pandangannya tidak terfokus. Pekerjaan apa saja yang dilakukan dengan fokus dan konsentrasi penuh, maka akan berhasil, dan demikian sebaliknya. Seorang dosen yang fokus terhadap tugasnya akan menjadikan mahasiswa berhasil menjadi sarjana yang hebat. Demikian pula, seorang mahasiswa yang dalam menyelesaikan studinya tidak fokus, banyak sambilan yang tidak terarah, maka belajarnya tidak akan berhasil.
Jika pesan Rasulullah tersebut, yaitu belajar berenang, berkuda dan memanah dimaknai dalam konteks kehidupan sekarang ini, maka itu semua akan menjadi kunci strategis untuk meraih sukses. Orang sukses manakala selalu aktif bergerak, mampu memimpin dirinya sendiri dan juga orang lain, serta selalu fokus atau konsentrasi pada tugas atau pekerjaannya. Maka dengan demikian akan melahirkan generasi yang kuat dan atau tangguh. Wallahu a’lam.
Dikutip dari: imamsuprayogo.com/